Jika aku registrasi ke UI, total biaya yang harus dibayar adalah Rp10.700.000 dengan periode pembayaran mulai dari tanggal 19 Juli sampai 28 Juli 2010. Lewat dari tanggal itu dianggap mengundurkan diri. Besoknya, tanggal 29 Juli 2010 adalah registrasi administrasi. Fakultasku, FIB (Fakultas Ilmu Budaya), kebagian jam 10-12 siang. Bila lewat dari jam itu, makan dianggap mengundurkan diri juga. Sekali lagi, ini adalah pilihan sulit.
Aku sudah memikirkan lebih dan kurangnya antara kuliah di UI dan Unpad. Jika memilih UI, cita-citaku kuliah di sana tercapai. Bisa hidup mandiri, mencari pengalaman baru di lingkungan baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru. Kalau Unpad, bisa memperkuat jaringan yang sudah ada, mencari pengalaman baru, hidup masih bersama orangtua, dan aku tidak terlalu mengalami kesulitan saat kuliah nanti karena bidang ilmu yang aku pelajari sudah cukup familiar dan ada dasarnya.
Orangtuaku, saudara, teman, dan keluarga banyak yang menyarankanku masuk Unpad saja. Kata mereka sih prospek ke depannya lebih bagus jika memilih Sastra Jepang daripada Sejarah. Padahal aku sendiri memiliki program untuk ke depan jika aku kuliah di Ilmu Sejarah. Aku tahu bahwa pelajaran sejarah tidak melulu diam menghafal dan membaca buku. Terkadang, untuk memperoleh sumber pengetahuan baru, kita perlu melakukan observasi lapangan ke situs sejarah dan melakukan wawancara dengan para saksi dan orang yang terkait. Aku juga bisa mengembangkan hobiku menulis di bidang sejarah karena sejarah erat kaitannya dengan kegiatan menulis. Kelak, setelah lulus aku ingin bekerja di UNESCO, menjadi penulis dan sejarawan, atau bekerja di National Geographic. Aku masih ragu dengan saran orang-orang karena aku ini orangnya memang cukup keras dan ingin semua berjalan sesuai dengan keinginanku.
18 Juli 2010. Kemarin aku harus ke Unpad Jatinangor untuk mengambil perlengkapan mahasiswa dan mengetahui jadwal lebih lanjut. Setelah kesana, sikapku mulai melunak dan akhirnya aku memutuskan mengikuti saran banyak orang: Aku memilih Sastra Jepang Unpad. Itu karena aku sudah terlanjur hampir menyelesaikan semua administrasi, keuangan, dan sudah dianggap menjadi almamater Unpad. Persiapannya sudah jauh lebih matang daripada persiapan ke UI. Itu artinya, aku harus melepaskan Ilmu Sejarah UI dan mengikhlaskan diri untuk mengundurkan diri. Dua-duanya adalah jurusan yang aku minati setelah HI, tapi aku harus memilih satu di antaranya. Abahku (kakek) juga bilang bahwa sejarah bisa dipelajari sendiri, sedangkan sastra harus butuh bimbingan dari orang yang sudah menguasai bidangnya. Iya deh, apalagi abahku dulunya guru bahasa Indonesia juga, sama-sama orang sastra.
Ucapan selamat dari rektor dan civitas academica Sejak awal-awal SMA, mungkin juga akhir SMP, aku selalu berharap bisa kuliah di UI. Aku tahu itu adalah kampus yang keren dan terbaik di Indonesia. Aku juga sudah mengunjungi kampusnya di Depok. Hawanya memang panas, tapi kampusnya rimbun oleh pohon dan luas. Bahkan ada stasiun kereta di dalam kampusnya. Tapi, semua itu tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana kita. Ada rencana-Nya dan kekuasaan-Nya yang mengatur hidup ini. Ambil positifnya saja sekarang. Kalau kuliah di Unpad, aku bisa menjadi lebih sehat dengan udara segar pegunungan. Jika cuaca cerah, aku juga bisa melihat matahari pagi terbit dan bersinar. Ini bisa meningkatkan semangat untuk kuliah.
Ya sudahlah, jangan terlalu disesali. Memang sulit memilih satu di antara dua pilihan itu dan saat ini aku harus bersyukur karena diberi hak untuk memilih dan bisa kuliah. Masih banyak anak di negeri ini yang tidak lolos SNMPTN dan tidak kuliah. Sepertinya benar ya, kalau menyukai sesuatu jangan terlalu menyukainya karena suatu saat bisa jadi kita membencinya. Begitupun sebaliknya, dulu aku tidak pernah terpikir untuk kuliah di Unpad dan aku membencinya. Eh, ternyata siapa sangka aku malah kuliah di Unpad. Sekarang aku tidak terlalu beranggapan buruk kepada Unpad. Aku mencoba menyukainya dengan segala kondisi yang ada. Semoga saja semua proses ini berjalan dengan baik dan lancar, amin :)
Selamat tinggal UI, selamat tinggal jas almamater kuning..Aku bangga sempat bisa menorehkan namaku sebagai salah satu anak yang diterima di UI lewat jalur SNMPTN. Bila ada kesempatan dan keinginan lagi, insya Allah aku akan mencoba kembali ke UI dengan jurusan yang aku cita-citakan sejak dulu, Hubungan Internasional Universitas Indonesia.