Setelah digulingkan ke Dago bawah, balon itu kembali digulingkan ke atas. Aku kaget karena balon itu menggelinding ke arahku. Tapi, orang-orang yang berada di sekitarku bukannya menghindar. Mereka malah berbaring di tengah jalan dan menunggu badan mereka "dilindas" balon itu seolah itu adalah hal yang menyenangkan. Pada kenyataannya mereka memang tidak apa-apa. Melihat itu aku juga malah ikut-ikutan mereka. Segera saja kutaruh tas dan kameraku, termasuk donat J.Co yang kubeli dititipkan dulu di Fajar, dan berbaring di tengah jalan (sesuatu yang tidak pernah kulakukan di hari-hari biasa). Lalu balon itu "melindas" tubuhku dan tidak terjadi apa-apa. Balon itu tidak membebani tubuhku, bahkan sangat hampa dan tak terasa! Hahaha. Hal yang sederhana tetapi menyenangkan.
Di tengah perjalanan menuju titik finish CFD, kami sempat bertemu dan berpapasan dengan beberapa orang yang aku kenal. Yang pertama, ada orang berteriak dari lajur sebelah kanan memanggil Fajar. "WOI, FAJAAAAR!". Ketika menoleh, dia melihat sesosok perempuan yang dia kenal. Namanya Dinda dan dia adalah teman Fajar di klub Baseball SMA sekaligus adik kelas aku juga. Melihat dia dan beberapa temannya, Fajar langsung menghampiri mereka. Aku langsung tahu bahwa temannya sedang berjualan. Biasanya sih kegiatan danus atau mencari dana untuk suatu kegiatan. Ternyata mereka sedang mencari dana untuk persiapan kegiatan bazar sekolah. Mereka juga akhirnya menghampiriku, Haryo, dan Davin dan mulai menawari dagangan mereka, donat J.Co. Aku memerhatikan temannya yang memakai kacamata dan baju hijau tua. Dia cukup menarik dan cantik menurutku. Anak itu namanya Citra. Mereka memohon-mohon agar kami membeli donatnya. Melihat itu aku juga tidak sanggup menolak. Aku memang lemah terhadap tawaran-tawaran seperti itu, hahaha. Aku selalu berpikiri kalau aku tidak beli, pasti mereka kecewa. Akhirnya aku beli juga donat itu Rp15.000 per dua buah. Yah, apa salahnya membantu mereka yang sedang mencari uang untuk acara sekolah. Lagipula mereka itu adik kelasku, haha. Sayangnya aku lupa berkenalan dengan mereka. Seharusnya acara CFD dimanfaatkan untuk berkenalan dengan orang-orang baru.
Kami terus berjalan lagi. Pagi yang cerah dan keramaian orang terasa sangat menyenangkan bagiku. Pohon tinggi dan cukup rimbun di sisi jalan membuat kawasan ini menjadi sejuk. Aku memerhatikan orang-orang di sekitarku, termasuk
ngeceng perempuan-perempuan yang menarik. Kemudian mataku tertuju ke arah sisi jalan di mana sebuah konser jalanan sedang diadakan. Aku kaget karena penyanyi yang sedang berdiri di panggung kecil itu pernah asyik
dance sendirian di depan sebuah mobil radio yang sedang memutar lagu saat CFD beberapa waktu lalu. Waktu itu dia menari, menyanyi, bergoyang, dan menjadi pusat perhatian karena kelakuan itu. Aku sempat berpikir kalau perempuan itu adalah orang gila atau autis yang punya talenta seperti itu. Tapi, kata-kata Fajar lebih pas untuk menggambarkan karakter dia:
nyentrik! Semoga saja begitu.
Akhirnya kami tiba juga di pom bensin Petronas, tempat titik awal berkumpul. Area pom bensin yang luas itu benar-benar dimanfaatkan oleh orang-orang. Ada yang hanya duduk nongkrong istirahat, free style sepeda, atau skateboarding. Tapi suasana di situ terlalu ramai dan panas, akhirnya kami bergerak sedikit lebih atas untuk mencari tempat berteduh dan beristirahat. Saat istirahat itulah, kami bertemu (lagi) dengan Retno dan Reni yang sama-sama sedang berjualan kue sus. Sebelumnya Reni dan Yuan yang duluan menawarkan kue sus, tapi kami tidak bergeming. Entah kenapa begitu Retno yang menawarkan, kami menjadi luluh dan membeli. Rp4.000 per dua buah, itu pun setelah Fajar tawar. Aku tahu mereka berjualan untuk menambah uang klub basket kampus mereka (Unisba) dan kalau tidak salah Retno adalah salah satu bendaharanya. Minggu sebelumnya Retno menjual arumanis dengan harga Rp5.000. Jadi tertarik juga untuk mencoba kegiatan danus atau mengumpulkan uang.
Akhirnya acara pagi itu bubar pada jam 10 pagi. Saat kami turun, satu per satu mobil dan kendaraan bermotor lainnya mulai memasuki jalanan dan memulai kembali rutinitas sehari-hari. Walaupun sebenarnya mereka yang memang berhak menggunakan jalan itu, entah kenapa aku merasa tidak sudi kendaraan-kendaraan itu memasuki Jalan Dago. Kehadiran mereka seperti orang yang hendak membubarkan acara senang-senang dan merusak kesenangan kami. Kami kembali menuju SMA 20 untuk beristirahat dulu sambil berpikir di mana kami akan mengisi perut yang sudah lapar dan membasahi tenggorokan yang kering.
Ini dia Davin!Setelah istirahat beberapa lama, kami memutuskan untuk pergi makan ke warung soto dan rawon yang ada di depan Lapangan Saparua. Warung itu sebenarnya sebuah tenda di tepi jalan dan mereka membawa mobil yang berisi dagangan mereka. Suasana Saparua yang teduh membuat tempat itu cocok untuk melepas lelah. Awalnya aku tidak punya niat makan, tapi melihat rawon dengan irisan daging sapi lembaran, seleraku tergugah dan ikut memesan. Rawon itu rasanya enak, ditambah lagi dengan teh manis dan semilir angin sejuk yang turut menemani kami melepas rasa lelah. Saat kami sibuk menghabiskan santapan, ibu pemilik warung itu dengan ramah menyuruh kami mengambil kerupuk yang sudah disediakan.
"Ambillah kerupuknya, itu gratis kok."
"Wah, beneran Bu gratis?"
"Iya gratis, itu gantinya vetsin. Kita di sini enggak pakai vetsin."
"Wah, pantes enak Bu!"
Kemudian Ibu itu menanyakan asal kampus kami. Awalnya Ibu itu mengira kalau kami adalah teman anaknya dari Itenas. Kami tentu saja menjawab bukan. Ibu itu bercerita bahwa teman anaknya langganan di warung tendanya. Tak lama kemudian, mereka muncul dan terlihat sangat akrab dengan ibu itu. Sementara itu, kami larut dengan berbagai topik obrolan. Mulai dari masalah cinta, cerita kehidupan kampus, film, sampai rencana liburan minggu terakhir semuanya dibahas. Maklum, kami tidak akan lagi bertemu sesering saat SMA. Setelah puas, kami segera beranjak dari tempat duduk dan membayar apa yang sudah kami makan dan minum. Sebelum pergi, Davin sempat menanyakan anak ibu itu. Anak paling besarnya sudah dipekerjakan oleh Chevron, sementara anaknya yang satu lagi, Bambang, bersekolah di SMA 10 Bandung. Ternyata Davin mengenalnya sebagai salah satu personel Monster Junior, sebuah band indie. Di sana ada temanku juga, Remiel dan Medi. Ibu itu bilang mereka sedang menggarap rencana ke Singapura dan Malaysia untuk merintis karier band mereka. Entah kenapa aku merasa takjub dan sedikit iri. Mereka sudah memiliki rencana dan melakukan sesuatu. Sementara itu aku hanya terdiam tanpa melakukan apapun. Setelah pamit kepada ibu itu, aku, Fajar, dan Haryo kembali lagi ke sekolah. Sementara itu Davin pulang lebih dulu karena merasa lelah.
Di sekolah, aku, Fajar, dan Haryo duduk-duduk sambil berbagi cerita tentang banyak hal. Di bawah pohon rindang hanya bertiga. Sebenarnya kami menunggu Haryo dijemput oleh kakaknya dari gereja sekitar jam dua sore, lalu bereslah acara hari ini. Obrolan kami
ngalor-ngidul mulai dari masalah
traveling sampai ke pertemanan. Aku sempat juga cerita masalahku di kampus. Aku merasa di kampus terlalu bosan, kering, dan hampa. Tidak ada teman yang benar-benar bisa menginspirasiku. Ditambah lagi dengan permasalahan kelas yang benar-benar membuat interaksi menjadi sangat renggang. Fajar dan Haryo menyarankanku untuk mencari banyak kegiatan dan terlibat dalam komunitas. Dengan begitu aku akan menemukan teman yang cocok untuk saling berbagi. Aku sangat menyadari itu, kekuranganku akan kegiatan yang bermanfaat dan permasalahan dalam hal interaksi dengan berbagai macam orang. Aku terlalu banyak diam..
Apa yang aku dapatkan hari ini? Aku pernah dengar, jalan kaki selama 30 menit bisa menurunkan stres. Aku percaya akan hal itu. Melihat dan memerhatikan berbagai macam orang menyadarkanku bahwa dunia ini warna-warni. Di sana aku bisa melihat kelebihan mereka semua dan mungkin akan tertarik dengan mereka. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan selain berdiam diri. Salah satunya apa yang aku lakukan hari ini :) Aku mulai merasakan lagi
cita-citaku yang harus segera dirintis. Semua itu butuh tindakan, bukan teori atau pengetahuan!
Akhirnya Haryo dijemput sekitar setengah tiga sore dan acarapun beres. Kami saling berpamitan. Kemudian, aku mengayuh sepedaku menuju rumahku dengan perasaan ringan. Seringan beban di tubuhku yang lepas, hanya baju yang melekat di tubuhku yang tersisa. Setidaknya untuk hari ini :)