RSS

Dua Pilihan

Sering sekali aku tebentur pada dua pilihan yang sulit untuk diputuskan. Sebenarnya bukan hanya pada masalah pilihannya saja, tapi juga aku yang orangnya memang sulit untuk memutuskan sesuatu. Tiga hari yang lalu, aku kaget saat menemukan namaku sebagai salah satu dari 88.401 orang yang lulus SNMPTN. Aku diterima di pilihan kedua, Ilmu Sejarah UI. Alhamdulillah, meskipun gagal di pilihan pertama, HI UI, akhirnya diterima juga di UI lewat SNMPTN. Tahu sendiri kan, kuota kursi masuk UI lewat SNMPTN sangat sedikit. Sebenarnya aku pasrah saja waktu mengerjakan soal SNMPTN karena dua pilihan aku tersebut masing-masing hanya mendapatkan jatah 10 kursi. Meskipun tingkat persaingan di Ilmu Sejarah UI tergolong rendah, (tahun lalu saja jumlah peminat masih di bawah 200 orang) setidaknya aku diterima dan itu artinya nilaiku masuk dalam 10 besar di Ilmu Sejarah UI.

210-34-040303020 AHMAD SOLIHURRIJAL 312035 Ilmu Sejarah UI (http://www.snmptn.ac.id)

Aku sangat bersyukur bisa diterima di UI, meskipun jurusan yang aku pilih bukanlah jurusan favorit dan persaingan tinggi. Itu karena jurusan sejarah adalah salah satu jurusan yang memang aku sukai dan aku minati.

Tinggal beberapa langkah lagi aku bisa mengenakan jas almamater kuning, tapi jangan lupa kalau aku juga sudah diterima di Sastra Jepang Unpad lewat jalur SMUP jauh-jauh hari. Bahkan bapakku sudah membayar penuh kepada Unpad. Sempat menjadi dilema selama beberapa hari karena hal ini. Aku sudah merelakan UI setelah gagal di SIMAK dan UMB, tapi kesempatan itu datang kembali lewat SNMPTN. Aku harus membuang satu dari dua pilihan itu karena tidak mungkin aku kuliah Bandung-Depok. Sebelum tidur, aku memohon petunjuk kepada Allah swt. agar diberi petunjuk-Nya lewat mimpi. Di dalam mimpi itu, bapak dan ibuku lebih setuju dan senang kalau aku masuk Unpad saja. Bapakku menitipkan uang kepadaku untuk dibayarkan kepada Unpad, tapi saat itu hatiku lebih memilih UI (ya ampun, seperti dilema cinta begini).

Besoknya, tanggal 17 Juli, aku melihat pengumuman dan cara registrasi di situs resmi UI, http://penerimaan.ui.ac.id. Namaku muncul dan memang diterima di Sejarah UI saat memasukkan nomor peserta di kolom isian SNMPTN. Bahkan aku sudah mendapatkan NPM (Nomor Pokok Mahasiswa) dengan nomor 1006773364 yang digunakan untuk pembayaran biaya pendidikan.

http://penerimaan.ui.ac.id/id/result?testno=21034040303020&e=SNMPTN

Jika aku registrasi ke UI, total biaya yang harus dibayar adalah Rp10.700.000 dengan periode pembayaran mulai dari tanggal 19 Juli sampai 28 Juli 2010. Lewat dari tanggal itu dianggap mengundurkan diri. Besoknya, tanggal 29 Juli 2010 adalah registrasi administrasi. Fakultasku, FIB (Fakultas Ilmu Budaya), kebagian jam 10-12 siang. Bila lewat dari jam itu, makan dianggap mengundurkan diri juga. Sekali lagi, ini adalah pilihan sulit.

Aku sudah memikirkan lebih dan kurangnya antara kuliah di UI dan Unpad. Jika memilih UI, cita-citaku kuliah di sana tercapai. Bisa hidup mandiri, mencari pengalaman baru di lingkungan baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru. Kalau Unpad, bisa memperkuat jaringan yang sudah ada, mencari pengalaman baru, hidup masih bersama orangtua, dan aku tidak terlalu mengalami kesulitan saat kuliah nanti karena bidang ilmu yang aku pelajari sudah cukup familiar dan ada dasarnya.

Orangtuaku, saudara, teman, dan keluarga banyak yang menyarankanku masuk Unpad saja. Kata mereka sih prospek ke depannya lebih bagus jika memilih Sastra Jepang daripada Sejarah. Padahal aku sendiri memiliki program untuk ke depan jika aku kuliah di Ilmu Sejarah. Aku tahu bahwa pelajaran sejarah tidak melulu diam menghafal dan membaca buku. Terkadang, untuk memperoleh sumber pengetahuan baru, kita perlu melakukan observasi lapangan ke situs sejarah dan melakukan wawancara dengan para saksi dan orang yang terkait. Aku juga bisa mengembangkan hobiku menulis di bidang sejarah karena sejarah erat kaitannya dengan kegiatan menulis. Kelak, setelah lulus aku ingin bekerja di UNESCO, menjadi penulis dan sejarawan, atau bekerja di National Geographic. Aku masih ragu dengan saran orang-orang karena aku ini orangnya memang cukup keras dan ingin semua berjalan sesuai dengan keinginanku.

18 Juli 2010. Kemarin aku harus ke Unpad Jatinangor untuk mengambil perlengkapan mahasiswa dan mengetahui jadwal lebih lanjut. Setelah kesana, sikapku mulai melunak dan akhirnya aku memutuskan mengikuti saran banyak orang: Aku memilih Sastra Jepang Unpad. Itu karena aku sudah terlanjur hampir menyelesaikan semua administrasi, keuangan, dan sudah dianggap menjadi almamater Unpad. Persiapannya sudah jauh lebih matang daripada persiapan ke UI. Itu artinya, aku harus melepaskan Ilmu Sejarah UI dan mengikhlaskan diri untuk mengundurkan diri. Dua-duanya adalah jurusan yang aku minati setelah HI, tapi aku harus memilih satu di antaranya. Abahku (kakek) juga bilang bahwa sejarah bisa dipelajari sendiri, sedangkan sastra harus butuh bimbingan dari orang yang sudah menguasai bidangnya. Iya deh, apalagi abahku dulunya guru bahasa Indonesia juga, sama-sama orang sastra.

Ucapan selamat dari rektor dan civitas academica

Sejak awal-awal SMA, mungkin juga akhir SMP, aku selalu berharap bisa kuliah di UI. Aku tahu itu adalah kampus yang keren dan terbaik di Indonesia. Aku juga sudah mengunjungi kampusnya di Depok. Hawanya memang panas, tapi kampusnya rimbun oleh pohon dan luas. Bahkan ada stasiun kereta di dalam kampusnya. Tapi, semua itu tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana kita. Ada rencana-Nya dan kekuasaan-Nya yang mengatur hidup ini. Ambil positifnya saja sekarang. Kalau kuliah di Unpad, aku bisa menjadi lebih sehat dengan udara segar pegunungan. Jika cuaca cerah, aku juga bisa melihat matahari pagi terbit dan bersinar. Ini bisa meningkatkan semangat untuk kuliah.

Ya sudahlah, jangan terlalu disesali. Memang sulit memilih satu di antara dua pilihan itu dan saat ini aku harus bersyukur karena diberi hak untuk memilih dan bisa kuliah. Masih banyak anak di negeri ini yang tidak lolos SNMPTN dan tidak kuliah. Sepertinya benar ya, kalau menyukai sesuatu jangan terlalu menyukainya karena suatu saat bisa jadi kita membencinya. Begitupun sebaliknya, dulu aku tidak pernah terpikir untuk kuliah di Unpad dan aku membencinya. Eh, ternyata siapa sangka aku malah kuliah di Unpad. Sekarang aku tidak terlalu beranggapan buruk kepada Unpad. Aku mencoba menyukainya dengan segala kondisi yang ada. Semoga saja semua proses ini berjalan dengan baik dan lancar, amin :)

Selamat tinggal UI, selamat tinggal jas almamater kuning..Aku bangga sempat bisa menorehkan namaku sebagai salah satu anak yang diterima di UI lewat jalur SNMPTN. Bila ada kesempatan dan keinginan lagi, insya Allah aku akan mencoba kembali ke UI dengan jurusan yang aku cita-citakan sejak dulu, Hubungan Internasional Universitas Indonesia.

High School Story-[Part 6 Hymne 20]

Mentari pagi bersinar terang, menyinari bumi persada
Dan kusambut pagi dengan langkah pasti
Tuk belajar dan berjuang, menuju harapan bangsa
Ku akan berbakti padamu, kujunjung namamu
SMA 20..

Inilah lagu yang pertama kali harus aku hafal waktu pertama kali aku masuk SMA 20. Aku ingat sekali dulu kakak kelas begitu galaknya dan memaksa kami, murid baru, untuk menghafal hymne 20. Inilah lagu yang selalu dinyanyikan saat sekolahku bertanding olahraga melawan sekolah lain dan saat upacara bendera tiap senin. Hahaha.

Belakangan ini aku rindu dan kangen menyanyikan lagu ini saat-saat upacara. Apalagi tahun ajaran baru sudah dimulai sejak tiga hari yang lalu. Semakin saja dadaku terasa sesak bila mengingat kembali masa-masa SMA yang sudah aku tamatkan dan tak akan kembali lagi itu.

Aku teringat pada ucapan temanku, Raudhah Asy-Syarifah. "1 bulan tuh kerasa LAMBAT banget buat mulai hidup baru, tapi kerasa CEPET banget buat ninggalin hidup yg udah terlanjur disayangin." Aduh, benar sekali..Ya Allah, berikan aku kekuatan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan baru dan jangan putuskan hubungan silaturrahim yang sudah terjalin lama, amin.

Terima kasih sekolah dan almamaterku, SMAN 20 Bandung. Meskipun aku sudah tidak bersekolah di sana lagi, aku akan tetap menjaga nama baik almamater dan selalu merasa bangga pernah menjadi bagian dari keluarga besar SMAN 20 Bandung.

High School Story-[Part 5 Black and White]

Hidup ini tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan kita. Hidup juga tidak sesempurna yang kita bayangkan karena hidup ini selalu memiliki dua sisi yang berlawanan: Baik dan buruk, putih dan hitam. Meskipun tahu hidup ini tidak sempurna, pada kenyataannya belum tentu semua orang menerima hal itu dengan lapang dada. Terkadang rasa muak karena sisi buruk itu lebih mudah terlihat membuat sebagian orang putus asa dan frustrasi. Aku juga sering mengalami perasaan seperti itu. Tapi, bagaimanapun juga aku harus menerima ketidaksempurnaan ini. Aku percaya sisi baik itu masih bisa mengobati luka hati akibat terlalu sering melihat sesuatu dr sisi buruk.

Selama 3 tahun bersekolah di SMAN 20 Bandung, sekolah negeri pertamaku di Indonesia, sudah banyak hal yang aku alami dan rasakan bersama teman-temanku. Mulai dari hal yang menyenangkan sampai yang menyebalkan, semuanya bercampur menjadi satu. Hal yang menyenangkan selama aku bersekolah di sana adalah aku mendapatkan banyak teman, tidak seperti saat SMP yang satu angkatannya hanya 44 orang saja. Bayangkan saja perbandingannya dengan teman satu angkatan di SMA yang jumlahnya 308 orang! Aku bisa bergaul dengan bermacam-macam teman, bisa menambah jaringan pertemananku, dan tidak kesepian lagi. Dengan sering bergaul bareng temanmu, kamu akan lebih mudah diingat oleh temanmu!

Selain mendapatkan banyak teman, aku juga bisa saling bertukar pikiran, ide, gagasan, menambah wawasan, dan mendapatkan pengalaman seru bersama mereka. Aku benar-benar merasakan hal itu saat aku kelas XI, saat aku mencoba melakukan petualangan baru dan hal-hal baru bersama teman-temanku. Mereka adalah salah satu inspirasiku dan aku harus berterima kasih kepada mereka. Aku juga mendapatkan teman sekaligus sahabat yang sangat berarti bagiku. Aku sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan mereka. Kalau saja aku tidak sekolah di SMAN 20 Bandung, aku tidak akan bertemu dan merasakan hal-hal menyenangkan bersama mereka.

Teman-temanku adalah orang yang luar biasa dengan segala bakat dan kelebihan yang mereka miliki. Aku bisa mengagumi dan belajar dari kelebihan mereka, walaupun terkadang aku merasa iri dengan kelebihan mereka itu. Ada temanku yang jago desain grafis, basket, sepak bola, pintar bergaul dan mencari jaringan, kemampuan berorganisasi, fotografi, menulis, band, dan masih banyak lagi. Aku rasa tidak akan mungkin cukup untuk menyebut kelebihan mereka satu-satu dalam posting ini.

Hubungan antara senior dan junior di sekolah juga menurutku baik. Tidak ada senioritas atau supremasi senior di sekolah. Semuanya akrab, asalkan sebagai adik kelas menghormati kakak kelasnya saja. Kakak kelasku dulu adalah orang-orang yang menyenangkan meskipun ada sedikit yang urakan.

Sayangnya, hidup ini selalu memiliki dua sisi yang berlawanan. Ada kelebihan, maka ada kekurangan. Sering juga aku menemukan kekurangan selama aku bersekolah di sana. Celakanya, orang pada umumnya lebih mudah mengingat kekurangan atau keburukan daripada kelebihan. Kekurangan atau bisa dikatakan hal menyebalkan yang aku temui di sekolah adalah hampir tidak ada semangat kompetisi dan interaksi antara guru-murid yang responsif di dalam kelas. Akibatnya, murid menjadi malas untuk belajar. Malas belajar membuat siswa memiliki kebiasaan mencontek. Kadang aku muak melihat kebiasaan mereka yang suka mencontek ini. Mulai dari ulangan biasa sampai UN, semuanya tidak ada yang bersih. Aku sendiri tidak pernah mencontek waktu ulangan. Aku pernah berani mendapat nilai nol dalam pelajaran matematika daripada dapat nilai tapi mencontek.

Aku juga pernah syok gara-gara melihat temanku merokok. Awalnya aku sangat tidak suka melihat kebiasaan buruk mereka ini. Imej seorang teman di mataku bisa jatuh hanya gara-gara dia merokok. Ada juga cerita pengalaman seks yang diceritakan temanku. Kadang aku merasa prihatin dengan sikap mereka ini. Ada lagi cerita perkelahian, cerita geng-gong, cerita mabuk, dan masih banyak kebiasaan buruk yang harus aku lihat dan maklumi di SMA, meskipun aku tidak suka sama sekali melihat keadaan ini. Aku memakluminya karena aku bersekolah di sekolah negeri, di mana lingkungannya heterogen dengan berbagai latar belakang dari masing-masing siswa.

Tahun pertama aku bersekolah, aku muak menerima keadaan ini. Tapi lama-lama aku bisa beradaptasi dengan lingkungan yang heterogen seperti di sekolah negeri ini. Yang penting jangan sampai terpengaruh oleh pengaruh buruk lingkungan. Aku harus tetap punya identitas dan prinsip yang kuat untuk menangkal pengaruh buruk lingkungan itu. Alhamdulillah, secara umum aku masih bisa menolak pengaruh buruk dari lingkungan itu, meskipun ada beberapa hal penting yang hilang dari dalam diriku. Itu karena aku adalah tipe orang yang konservatif, sulit mengubah kebiasaan dan menerima perubahan. Aku adalah tipe yang susah untuk mengubah imej yang sudah dikenali oleh orang lain.

Meskipun ada sisi buruknya, sekali lagi aku harus mengingatkan diriku bahwa hidup bukanlah dunia sempurna dan ideal. Kalau aku tidak bisa menerima ketidaksempurnaan ini, tentunya aku akan terus membenci dunia ini. Padahal hidup tidaklah 100% buruk, tidak juga 100% baik. Setiap kali aku mengingat keburukan mereka, aku juga teringat akan kebaikan dan kelebihan mereka. Menerima kelebihan dan kekurangannya adalah salah satu cara untuk bersikap bijak dan menjadi dewasa. Asalkan tidak salah bergaul dan punya prinsip yang kuat, aku yakin bisa masuk ke berbagai lingkungan yang situasinya berbeda-beda. Kalau bisa, aku yang harus mengubah keadaan yang buruk menjadi baik. Aku harus membuat diriku berguna bagi orang lain, bukannya membebani orang lain.

Dengan mengingat kebaikan mereka, aku bisa merasakan kebahagiaan. Dengan mengingat keburukan mereka, aku bisa merasakan hidup ini adalah penderitaan dan kebencian. Meskipun sulit untuk menerima ketidaksempurnaan ini, aku harus terus hidup selama aku diberi umur dan bersikap dewasa.

Tuhan, berikanlah aku kekuatan untuk bertahan dalam kerasnya arus kehidupan ini. Engkau campurkan antara hitam dan putih menjadi ujian dari kehidupan ini. Aku tahu selama ini aku hanya banyak bicara tanpa bisa melakukan apa yang aku bicarakan. Maaf..Sebaiknya aku mulai bertindak daripada menulis saja seperti ini.

Manusia adalah makhluk
Bukanlah Sang Pencipta yang Mahasempurna

High School Story-[Part 4.2 My Teacher and I]

Terima Kasih untuk Guruku

Kelas X
Guru Kewarganegaraan Ibu Cucu Guru Matematika Ibu Yati S. Guru Fisika Ibu Lily R. Guru Kimia Pak Boy Guru Biologi Ibu Subi Guru Bahasa Inggris Pak Hendi Guru Bahasa IndonesiaGuru Ekonomi Pak Acep Guru Sejarah Ibu Sulis Guru Sosiologi Ibu Yati K. Guru Bahasa Jepang Ibu Adi H. Guru TIK Pak Ikhsan Guru Geografi Ibu Hafni Guru PAI Ibu Diden Guru Olaharaga Ibu Endang Guru Seni Ibu Nurlela Guru Bahasa Sunda Pak Uhud

Kelas XI (IPA)
Guru Kewarganegaraan Ibu Dina Guru Matematika Pak Tatang Guru Fisika Ibu Isnaeni Guru Kimia Ibu Eva Guru Biologi Ibu Subi Guru Bahasa Inggris Bu Lily Y. Guru Bahasa IndonesiaGuru Sejarah Ibu Endah Guru Bahasa Jepang Ibu Adi H./April Guru TIK Pak Ikhsan Guru PAI Pak Idrus Guru Olaharaga Pak Surya Guru Seni Pak Dadan Guru Bahasa Sunda Pak Uhud

Kelas XII (IPA)
Guru Kewarganegaraan Ibu Nani Guru Matematika Pak Pudjo Guru Fisika Ibu Isnaeni Guru Kimia Ibu Elin Guru Biologi Ibu Lily E. Guru Bahasa Inggris Pak Hendi Guru Bahasa IndonesiaGuru Sejarah Ibu Sulis/Ibu Endah Guru Bahasa Jepang Ibu April Guru TIK Pak Ikhsan Guru PAI Pak Agus Guru Olaharaga Pak Ade Guru Seni Ibu Nurlela

Wali Kelas
X-D Ibu Lilya Roza XI-IPA 4 Pak Tatang Kurnia XII-IPA 4 Pak Pudjo Hantoro

Guru-guru BK, terutama Ibu Ika yang pernah memberi saya nasihat dan masukan, tapi saya bentak. Maaf sekali atas kejadian itu.

Guru-guru TU yang selalu membantu dalam menyelesaikan berbagai administrasi

Guru-guru lain yang tidak disebutkan namanya di sini,

dan

Kepala Sekolah (Alm.) Pak Toni Sutisna yang sudah memimpin dan membina sekolah ini selama tiga tahun. Bapak menyambut kami saat kami baru pertama kali masuk dan bapak meninggalkan kami untuk selamanya saat kami baru saja lulus dari sekolah ini..

High School Story-[Part 4 My Teacher and I]

Tiada murid tanpa guru, begitupun sebaliknya. Mereka memiliki hubungan timbal balik dalam proses pengajaran dan ikatan layaknya orangtua dan anaknya sekaligus menjadi 'teman' yang selalu mendukung di saat suka maupun duka. Sejak aku mulai bersekolah, hubungan itu akan selalu muncul seiring dengan berjalannya waktu dan proses belajar mengajar. Tapi, aku baru menyadari dan merasakannya saat aku duduk di bangku SMP. Saat itu aku memiliki banyak guru favorit dan mereka semua menjadi sumber motivasiku, terutama guru matematika (Pak Acep), guru sejarah (Bu Yus), dan guru geografi (Bu Evie). Karena topik kali ini membahas guru-guru SMA, guru-guru favorit SMP ini aku ceritakan lebih detil di posting berikutnya. Tunggu saja.

Selama tiga tahun bersekolah di SMA, sudah banyak hal yang terjadi antara aku dan guruku. Tingkah laku dan sikap terhadap guru mulai dari kelas X sampai XII selalu mengalami perubahan. Tapi, perubahan yang ekstrem terjadi saat kelas XI. Perubahan yang sangat hebat dan guru-guru tak menyangka aku akan berubah sedrastis itu. Oke, aku mulai ceritanya dari awal.

Waktu pertama kali masuk SMAN 20, aku bertekad meneruskan harapan dan ilmu yang telah aku peroleh saat SMP, yaitu menjadi khalifah fil ardh dan rahmatan lil alamin. Itu semua karena didikan guruku dan ajaran Islam yang diajarkan saat SMP mampu menjaga moral dan sikapku dalam menghadapi dunia yang lebih luas. Hal tersebut berhasil aku lakukan pada tahun pertama SMA di kelas X-D, kelasku. Aku berhasil menuntaskan semua mata pelajaran dengan baik. Guru-guru juga akhirnya mengenalku sebagai murid yang pintar di kelasku, apalagi kelasku adalah salah satu kelas yang menjadi 'perbincangan hangat' guru-guru (konotasi negatif).

Guru favoritku waktu kelas X adalah wali kelasku yang juga guru fisika, Bu Lilya Roza. Meskipun tegas dan bersuara lantang, beliau adalah guru yang aku hormati, begitupun juga teman-temanku. Pengalaman tak terlupakan adalah saat kelasku buka puasa bareng di rumah beliau. Satu kelas berkumpul dan berbuka puasa, itu adalah satu momen kebersamaan yang sangat berharga. Aku juga akan selalu ingat bagaimana beliau marah habis-habisan sama anak-anak kelas saat ada mabal (bolos) angkatan (aku jadi ingat Bu Diden yang waktu itu keliling seluruh kelas X untuk mendata murid yang hadir). Wajar beliau marah habis-habisan karena kelas X-D adalah kelas yang paling banyak jumlah murid yang mabal! Hahaha

Ada juga guru yang menanamkan harapan kepadaku, seperti Bu Diden, guru agamaku. Kalau beliau ingin aku menjadi anak DKM dan menjadi anak yang berakhlak baik dan menjaga moral karena beliau tahu latar belakang sekolahku waktu SMP. Sekali waktu aku pernah lagi jalan bersama Diky, teman kelasku, di koridor dan bertemu dengan beliau. Kemudian beliau memuji kami sebagai anak shaleh, mekipun pada kenyataannya aku dan Diky bukanlah anak shaleh, haha. Aku juga pernah ikut pembinaan olimpiade fisika karena direkomendasikan oleh Pak Dedi (guru fisika). Selain itu aku juga pernah mengikuti LKS (Latihan Kepemimpinan Siswa) karena saran dari guru BK dan aku adalah ketua PMR.

Sebenarnya ada banyak kesan terhadap guru-guruku waktu kelas X. Mulai dari kesan yang baik, sampai kesan yang buruk. Tapi tidak mungkin kan aku menyebut secara frontal guru dengan kesan buruk itu di sini. Sesama manusia harus menjaga rahasia dan menutupi aib orang lain. Apa lagi ini adalah guru sendiri, hehe.

Baiklah, langsung saja kita bahas guru di kelas XI. Inilah masa titik balik dari kehidupanku, di mana sebuah perubahan ekstrem terjadi. Aku menjadi murid kelas IPA yang sebenarnya tak terlalu aku sukai. Awalnya aku mencoba menerima pelajaran yang tidak aku sukai itu, tapi ternyata tidak bisa. Aku mulai memberontak. Ditambah lagi dengan kondisi kelas yang sama parahnya dengan waktu kelas X (but i like this!) dan 'sindrom malas' anak kelas XI, membuatku menjadi pemberontak dan murid termalas di kelas. Di kelas inilah pertama kalinya aku mendapatkan nilai di bawah SKBM untuk pelajaran IPA dan mulai sentimen terhadap guru, terutama guru IPA.

Kalau flash back ke masa lalu, aku jadi ingat betapa kelakuanku sangat parah kepada guru-guruku. Aku pernah membentak guru BK yang mencoba menasihati perubahan tingkah lakuku, berkata kasar kepada wali kelasku yang baiknya tidak ada duanya (aku dan teman-temanku baru menyadari saat naik ke kelas XII), malas-malasan di kelas, dan pernah sekali waktu ulangan matematika, aku tak pernah mengisi sama sekali jawaban, kecuali hanya nama dan kelas saja! WOW! Gara-gara itu, ada tiga mata pelajaran IPA di dalam rapot semester pertama yang di bawah SKBM dan harus diremedial.

Tidak selamanya aku memiliki sentimen buruk terhadap guru IPA. Ada juga kenangan indah yang akan aku ingat, yaitu saat aku ulang tahun yang ke-17. Itu adalah ulang tahunku yang pertama kali dirayakan secara ramai-ramai bersama anak kelas. Aku ingat hari itu dikerjai habis-habisan oleh Bu Isnaeni, guru fisika. Beliau tahu betul aku adalah anak yang malas belajar fisika, jadi beliau menyuruhku mengerjakan sendirian soal Bab Teori Kinetik Gas yang baru dipelajari di depan kelas. Kontan saja aku kikuk, gugup, dan tidak bisa mengerjakan soal. Berkali-kali aku dikomentari oleh beliau dan disudutkan di depan kelas sendirian. Aku mulai kesal dan merasa sial betul hari itu. Sampai bel pelajaran fisika selesai, aku tidak bisa menyelesaikan soalnya dan digelandang ke ruang guru untuk menyelesaikannya. Sudah digelandang ke ruang guru, tambah tidak bisa mengerjakan. Jadi, aku minta ke beliau untuk memberi waktu dan kembali ke kelas karena jam pelajaran lain sudah dimulai. Saat kembali ke kelas itulah aku mendapatkan kejutan kue ulang tahun dari teman-temanku dan baru sadar kalau beliau baru saja mengerjai aku! Hahaha.

Guru-guru pelarianku saat dirundung masalah ini adalah guru IPS dan bahasa seperti Bu Dina (guru Pkn), Bu Endah (guru sejarah), Bu Ratni (guru bahasa Indonesia), dan Bu Lily Yuliani (guru bahasa Inggris). Merekalah yang membuatku tetap bersemangat belajar di kelas IPA. Kesan yang akan aku ingat adalah saat aku menjadi juara 2 lomba menulis artikel tentang APBN. Berkat arahan dan bimbingan dari Bu Dina dan Bu Ratni serta izin Allah swt, aku menjadi juara 2 regional Bandung untuk lomba ini.

Ada kesan khusus yang aku dapatkan dari Bu Endah dan Bu Lily. Bu Endah adalah guru sejarah yang suka bercerita dan punya wawasan luas, cara mengajarnya juga mirip dengan guru sejarah wakut SMP. Kalau Bu Lily, entah kenapa aku merasakan kewibawaannya dan keanggunan dalam bicara, meskipun banyak anak yang tidak suka dengan cara bicara dan sikap beliau.

Menjelang kenaikan kelas, aku mulai sadar kalau terus begini aku bisa-bisa tidak naik kelas. Makanya aku mulai belajar secara serius dan tekun menjelang kenaikan kelas. Aku sampai mengorbankan waktu bermain bersama anak-anak kelas yang nonton Persib di Stadion Jalak Harupat dan mendengar cerita kehebohan mereka dengan rasa iri. Akhirnya aku berhasil naik kelas juga dengan susah payah.

Akhirnya tiba juga tahun terakhir di SMA, kelas XII! Karena ini adalah tahun terakhir, aku mencoba belajar dengan tenang dan bersunggu-sungguh. Padahal kenyataannya sifat sangat malas yang sudah terjangkit dari kelas XI masih sering kambuh. Justru di tahun terakhir ini, untuk pertama kalinya aku merasakan mabal pelajaran dan kabur dari kelas. Pemantapan UN pun tidak aku ikuti dengan serius. Pernah satu kali aku dan 13 teman kelasku mabal dan malah bermain bola di lapangan waktu pelajaran matematika yang gurunya adalah wali kelasku, Pak Pujo. Tentu saja beliau marah dan menasihati kami agar tidak mengulangi perbuatan ini.

Guru favoritku saat kelas XII adalah Bu Elin, guru kimia yang bicaranya pedas, gamblang, dan tegas. Entah kenapa aku menyukainya. Mungkin karena beliau berwibawa, sama seperti aku memfavoritkan Bu Lily Yuliani. Selain itu, Pak Ade yang menjadi Wakasek Kesiswaan sekaligus guru olahraga adalah salah satu favoritku. Padahal banyak anak yang tidak begitu menyukainya karena beliau tegas dan selalu memeriksa kelengkapan dan kerapihan seragam, menegakkan peraturan sekolah, dan razia rambut, haha.

Akhirnya, semua itu kini telah menjadi kenangan. Aku telah diwisuda dan kini bukan lagi murid SMA. Kalau mengingat kembali perjalanan hidup selama SMA, ada banyak kesalahan yang aku lakukan kepada guruku dan membuat mereka repot dengan segala tingkah laku yang bandel dan susah diatur. Sebenarnya masih ada banyak cerita tentang guru-guru ini karena guru yang dibahas di sini baru sedikit saja, masih belum semuanya. Tapi, aku pikir terlalu panjang untuk menceritakannya di blog ini. Aku perlu membukukan kisah tentang guru ini jika ingin menceritakannya secara lengkap dan detil. Jadi, aku persingkat dan mengambil garis besar dan menceritakan hal-hal menonjol yang terjadi antara aku dan guruku.

Thank you my teacher :)..[Lanjut ke Part 4.2]

High School Story-[Part 3 Love]

Cerita SMA tak akan lengkap tanpa ada love story. Memang hal yang wajar remaja seumuran kita mulai menyukai seseorang, entah dari fisik (outer beauty) atau mental (inner beauty), mengingat kondisi biologis dan psikologis yang sedang dialami oleh kita (Yang pasti jangan sampai kebablasan dalam menyukai seseorang). Semua orang pasti pernah menyukai seseorang yang dirasa memiliki kecocokan atau setipe dengan apa yang dia harapkan, begitupun juga dengan aku. Meskipun aku memiliki orang yang aku sukai, aku belum pernah pacaran selama tiga tahun menjalani masa SMA, bahkan selama aku hidup 18 tahun ini (memangnya pacaran sudah dihitung dari umur bayi?). Bukannya aku tidak ingin pacaran. Seringkali terbesit keinginan untuk punya pacar dan berbagi banyak hal bersama orang yang aku sukai, tapi cinta itu tak kunjung datang hingga hari ini.

Aku selalu merasa iri kalau melihat orang lain yang sedang berpacaran. Mereka tampak sangat menikmati dunia milik berdua seolah tak ada orang lain selain mereka. Akibatnya, kadang temanpun menjadi 'korban' karena dicuekkan mereka dan menjadi 'kamcong' (kambing congek) alias mati gaya. Aku pernah mati gaya waktu makan bersama temanku yang sedang pacaran. Apa yang aku bicarakan tak dihiraukan dan selalu terpotong dan akhirnya aku diam saja melihat kelakuan mereka. Aku hanya berusaha memaklumi mereka dengan mengingat lagu lawas 'kisah kasih di sekolah dengan si dia' yang pernah dipopulerkan oleh Chrisye. Haah, beginilah nasib jadi pria single.

Selama SMA, aku pernah meyukai enam orang perempuan teman sekolahku. Dari semua itu, tidak ada satupun yang berhasil aku jadikan statusnya sebagai pacar. Meminjam istilah temanku, semuanya menjadi KTS alias Kasih Tak Sampai. Padahal mereka semua memiliki kelebihan personal yang berbeda-beda dan khas. Kelebihan personal itulah yang membuatku tertarik dan menyukai mereka. Aku coba jelaskan satu-satu di sini tentang kepribadian mereka. Tentunya aku tidak akan menyebutkan nama mereka secara frontal di sini. Kalau mau tahu, langsung tanya ke saya. Hahaha

Kecengan pertama di SMA sebenarnya adalah kecenganku sejak SMP. Dia berjilbab, bersemangat, taat beragama, dan paling shalehah di antara semua kecenganku. Kemudian yang kedua, dia adalah perempuan yang supel, ramah meskipun kesan pertamanya aku bilang jutek, enak diajak cerita, dan di antara semua kecengan dan teman perempuan yang aku kenal, dialah yang paling dekat denganku. Dia adalah sahabat tempat saling berbagi cerita, mimpi, dan cita-cita selama ini. Sampai sekarang aku masih terus teringat pada kebaikannya karena sejujurnya aku belum menemukan pengganti yang lebih baik darinya. Beranjak yang ketiga, dia memiliki postur badan terkecil di antara semua kecenganku, lucu, ramah, supel, dan aku menyukai dia karena memiliki hobi yang sama, fotografi.

Kecengan keempat, dia adalah anak sekolah lain dan kalau dipikir-pikir lagi alasan kenapa aku menyukainya, itu terdengar sangat konyol. Aku suka dia hanya karena dia membuat notes di facebook dengan judul 'Kapan Ku Punya Pacar?'. Sempat bertemu satu kali dan tidak ada komunikasi lagi, selesai. Kecengan kelima, dia adalah perempuan paling kuat di antara semua kecenganku, punya hobi main basket, dan energik. Aku suka saat olahraga, dia bermain sepak bola bersama anak perempuan lainnya. Saat itu mukanya kelihatan sangat senang dan memancarkan kelebihan personalnya. Waktu aku kecelakaan dan harus dioperasi, aku teringat wajahnya dan menjadi motivasi bagiku untuk terus berjuang melawan rasa sakit. Terakhir, awalnya aku tidak begitu suka dengan dia, tapi aku dekati dengan harapan bisa memberikan kesan kepadanya. Awal mula aku mendekatinya karena dia sering membalas tweet aku di Twitter. Tapi akhirnya aku harus menerima kenyataan pahit bahwa ada temanku yang memiliki perasaan suka kepada dia dan akhirnya mereka jadian. Dia adalah perempuan paling polos seperti anak-anak yang pernah aku kenal.

Aku tidak menyukai mereka semuanya sekaligus. Tapi berdasarkan urutan waktu kejadian. Di antara itu, ada juga perempuan lain yang aku lirik dan aku sukai, tapi tidak sampai aku dekati seperti kecengan di atas. Wajar mungkin ya, soalnya aku pernah dengar di radio, kalau laki-laki itu memang suka naksir sana naksir sini. Tapi perempuan yang benar-benar dia sukai hanya ada satu.

Ada beberapa hal yang aku dapatkan dari love story selama SMA. Jangan selalu menilai orang dari kesan pertama, sebab kesan itu bisa berubah sewaktu-waktu tanpa diduga. Aku sudah buktikan itu sendiri waktu menyukai kecengan kedua dan kelima. Kesan pertamanya memang buruk, eh, tapi siapa sangka malah berbalik suka seiring berjalannya waktu. Ada satu hal unik lain yang aku temukan dari mereka semua. Selain kecengan pertama dan terakhir, semuanya berasal dari SMP yang sama! Haha, makanya SMP itu entah kenapa punya kesan sendiri buatku.

Aku memang selalu gagal dalam menyatakan perasaanku pada orang yang aku sukai. Pernah aku merasa frustrasi dan putus asa (hanya) karena masalah ini. Tapi temanku pernah berkata begini kepadaku, "Yang namanya cewek tuh pasti tahu mana orang yang baik. Kamu jangan pernah berhenti baik sama orang lain. Lakukan dengan ikhlas, jangan baik hanya karena ada maunya." Begitulah yang dia katakan. Karena nasihat dia ini, aku kembali percaya bahwa suatu saat ada perempuan yang mau mengerti aku dan mungkin juga dia jodohku. Terkadang aku merasa kesepian dan terbayang terus tentang masalah ini, tapi aku sadar hidupku tidak akan berguna kalau merenungi masalah seperti ini terus. Aku masih punya banyak hal yang harus aku raih dan lakukan sebelum aku menghembuskan nafas terakhir. Let's go!

Tunjukkanlah rasa cintamu, coba buat mereka tahu, betapa indahnya dunia bila engkau sedang jatuh cinta-RAN

Buka mata, hati, telinga, sesungguhnya, masih ada yang lebih penting dari sekedar kata cinta-Maliq and D'Essentials

High School Story-[Part 1 Prologue]

Akhirnya tiba juga saatnya kita berpisah setelah tiga tahun kita saling berbagi suka dan duka di sekolah kita, SMAN 20 Bandung. Ada begitu banyak hal yang aku alami dan ingin kukenang tentang semua hal yang telah kita lalui selama ini. Semua kebersamaan yang telah aku lalui bersama kalian membuat pengalaman dan wawasanku bertambah. Perlahan-lahan, seiring dengan berjalannya waktu, aku bersyukur dan memperoleh hikmah bersekolah di SMAN 20 Bandung.

Kali ini aku akan bercerita tentang semua hal yang aku alami selama bersekolah di SMAN 20 Bandung dari berbagai perspektif. Mulai dari kelebihan dan kebanggaanku bersekolah di sana, sampai kekurangan dan hal-hal yang membuatku kecewa selama menjadi murid SMAN 20 Bandung. Aku ingin bercerita apa adanya, sesuai dengan apa yang aku rasakan dan aku alami.

High School Story, begitulah judul tulisan pada posting kali ini. Sebuah cerita tentang masa remaja berseragam putih abu yang memiliki impian, cinta, persahabatan, semangat untuk meraih asa, terkadang labil dan memberontak melawan yang menghadang, serta memiliki ide-ide segar dan kreatif. Masa ini adalah transisi menuju dewasa untuk membentuk karakter di masa yang akan datang. Banyak juga yang berkata masa ini adalah bagian dari etape kehidupan yang terindah. Aku akan bercerita dalam beberapa bagian: bagian prolog yang bisa aku katakan sebagai pendahuluan atau menu pembuka-appetizer, bagian persahabatan bersama teman-teman sekolahku yang turut mewarnai hidupku dengan warna khas mereka, bagian cinta yang menceritakan pertemuanku dengan beberapa perempuan yang sempat melekat di hatiku, bagian guru-guru yang telah menambah wawasan kami dan menerima kami, muridmu, dengan segala kebandelan kami, bagian sisi gelap yang menceritakan 'sisi lain' dari sekolahku, dan bagian epilog yang berisi hikmah yang aku peroleh selama aku sekolah di SMAN 20 Bandung.

Selagi aku masih bisa mengingat semua hal yang aku alami selama tiga tahun ini, aku ingin menulis bagian dari etape kehidupanku yang amat berharga ini. Sebab aku telah menemukan mimpi dan cita-citaku saat menghabiskan waktu bersama kalian semua. Terima kasih sekolahku, aku akan menjunjung dan menjaga nama baik almamater yang telah turut membesarkanku.

Didedikasikan untuk (Alm.) Pak Toni Sutisna, Kepala SMAN 20 Bandung yang meninggal dunia pada hari Jumat, 4 Juni 2010, pukul 03.05. Semoga Allah swt. menjadikan semua usaha dan jasa bapak mengembangkan SMAN 20 Bandung menjadi sekolah terbaik menjadi suatu amal ibadah yang tak terputus pahalanya, amin.

Selamat jalan Pak Toni, hanya doa ini yang mengantar bapak pergi menuju alam akhirat yang kekal.