RSS

Maret Kelabu Satu Tahun Lalu

Hari ini adalah tanggal terakhir di bulan Maret. Ya, tanggal 31 Maret. Meski satu tahun telah berlalu, peristiwa-peristiwa yang meninggalkan kisah sedih, tangis air mata, dan renungan kehidupan itu masih tersimpan dengan baik di dalam kepalaku. Maret 2009 adalah bulan kesedihan dan terburuk di dalam hidupku, meskipun sempat dibuka dengan kesenangan dan kegembiraan di awal bulan. Sepertinya Allah memiliki rencana bagiku pada bulan itu..

Meskipun bulan itu menjadi yang terburuk, tapi aku mendapatkan suatu teguran dan peringatan dari Allah swt. bahwa hidup tidaklah abadi dan suatu saat roda nasib akan berputar menjungkirbalikkan semuanya. Manusia menjalani hidup menuju masa depan yang gelap bersama harapan, usaha, dan doa sebagai penerang untuk menuju masa depan itu. Tapi manusia tetap merasa khawatir, takut, dan cemas karena adanya kuasa kehendak Allah yang kadang membuat kita kaget dan sadar bahwa dunia dan segala makhluknya bersifat fana. Itulah takdir, siapa yang tahu apa kehendak Allah? Tidak ada.

Bulan Maret 2009, kabar duka itu awalnya datang dari beberapa teman dan guru di sekolah. Seperti biasa, jika ada kabar penting atau kabar duka, pasti akan diumukan lewat pengeras suara yang ada di kelas-kelas. Tapi yang tidak biasa, bulan itu cukup banyak kabar duka yang disampaikan dalam waktu yang tidak jauh. Ada teman yang ayahnya wafat, lalu teman yang ibunya wafat menyusul ayahnya yang telah terlebih dahulu dipanggil sang Khalik satu tahun sebelumnya, teman yang kehilangan adik dan kakeknya akibat kecelakaan, dan guru yang ibunya dipanggil ke rahmatullah.

Aku mulai berpikir, "Ya Allah, ada apa dengan bulan ini? Apa maksud dari semua ini? Ini tidak seperti biasanya!". Di saat hatiku bertanya seperti itu dan belum mendapatkan jawabannya, peristiwa yang tak kalah membuatku terkejut terjadi lagi. Kali ini, musibah menimpa saudaraku. Rumahnya habis terbakar, sedangkan saudaraku yang saat itu duduk di bangku kelas XII akan menghadapi beberapa ujian penting beberapa hari ke depan. Aku sendiri menyaksikan habisnya rumah itu setelah ditelepon oleh saudaraku yang lain. Hanya sedikit barang yang bisa diselamatkan. Astaghfirullah..Hanya itu yang bisa aku ucapkan saat itu. Sepertinya aku mulai mendapatkan titik terang dan aku mencoba merenungi peristiwa menyedihkan yang dialami oleh orang-orang dekat di sekitarku.

Tapi, itu bukanlah yang terakhir. Di akhir bulan, lebih tepatnya pagi tanggal 1 April, aku mendapatkan kabar dari dua orang teman SMP yang memberitahuku bahwa ada salah satu temanku yang meninggal akibat kecelakaan. Temanku memberitahu lewat SMS yang kurang lebih bunyinya seperti ini:
"Innalillahi wa inna ilaihi ra'jiun. Telah berpulang ke rahmatullah, teman kita Aji.."
Astaghfirullah! Aji? Aku langsung tidak bisa konsentrasi belajar di kelas dan aku berusaha mencari kabar yang pasti. Ternyata memang benar bahwa teman yang selama ini aku kenal sebagai anak yang shaleh, periang, polos, dan suka bercanda itu telah dipanggil oleh Yang Mahakuasa akibat kecelakaan yang dia alami sehari sebelumnya, tanggal 31 Maret 2009. Seketika itu badanku terasa lemas dan tak bergairah lagi. Dia yang paling muda di antara teman saat SMP, dia juga yang paling pertama mendahului kami semua. Ini bukanlah isapan jempol April Mop (keterlaluan juga kalau April Mop membawa-bawa nama kematian).

Sore itu, kami semua, anak-anak Grobak 8, langsung datang melayat ke rumahnya dan mengucapkan salam perpisahan terakhir kami. Ayahnya tampak tegar, ibunya tetap menyambut kami meskipun matanya merah dan sembab menahan tangis, dan adiknya yang hanya terdiam di dalam rumah.

Kami semua disatukan kembali dengan perasaan duka yang mendalam. Umumnya teman-temanku sendiri masih tidak percaya jika dia telah pergi untuk selamanya secepat itu. Aku masih ingat saat salah satu temanku, Aban, mengikatkan syal angkatan Grobak 8 berwarna merah marun ke nisannya. Syal itu selalu kami bawa saat ada acara angkatan sebagai lambang kekompakan kami. Selamat jalan, Aji..

Selain itu, ada satu hal lagi yang membekas saat acara melayat itu. Ibunya membawakan puisi karya Aji dua minggu sebelum kematiannya dengan tema kerinduan kepada rasul. Entah itu tanda-tanda dia akan meninggalkan dunia untuk selamanya atau bukan, wallahu a'lam. Aku juga teringat kembali dengan cita-cita Aji yang ingin menjadi ustadz dan memperdalam ilmu keagamaan. Tapi, belum sempat dia mewujudkan cita-citanya ternyata Allah sudah berkehendak yang lain dengan memanggilnya ke sisi-Nya.

Dari semua peristiwa itu, aku menarik suatu benang merah bahwa harta, pangkat, jabatan, orang-orang yang dicintai, dan semua yang bersifat keduniawian tidaklah abadi. Suatu hari Allah akan mengambilnya dari tangan kita atau memberikan cobaan untuk menguji kita. Selain itu, selama kita masih ada umur, lakukan yang terbaik untuk dunia ini, karena kita adalah khalifah di muka bumi. Aku pernah mendengar ungkapan bijak, "Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan Beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari". Terakhir, pasrah, tawakal, tabah dan sabar dalam menghadapi cobaan hidup. Barangkali, kesabaran menghadapi cobaan itu untuk menghapus dosa kita dan merenung sedikit saja tentang kehidupan ini.

Ini hanyalah sedikit pengalaman dalam hidupku yang ingin aku tulis sebagai bagian dari sejarah hidupku. Sejujurnya, aku sendiri hingga saat ini belum menjadi pribadi seperti yang telah dijelaskan di atas. Aku sendiri masih sering melakukan kesalahan dan kadang tak sanggup juga menghadapi benturan hidup ini. Seperti lagu Bimbo, pahala dan dosa bertarung untuk memperoleh tempat di dalam hati kita. Berdoa saja agar kita selalu berada dalam jalan yang benar dan diridhai Allah. Amin..

Mengenang Kembali Alm. Muhammad Zahiruddin Razi yang meninggal akibat kecelakaan di Jalan Laswi, 31 Maret 2009 dan mengenang bulan peringatan kematian dan kefanaan dunia yang begitu nyata

0 komentar:

Posting Komentar