RSS

Menjelang Detik-Detik Hari Kelulusan

Beberapa jam lagi hari penentuan itu akan tiba. Hari penentuan di mana kita, siswa-siswi SMA angkatan 2010, akan menerima kabar kelulusan UN. Banyak di antara teman-temanku yang berharap sambil cemas dan galau menunggu kabar kelulusan itu. Padahal jauh hari sebelum hari pengumuman kelulusan itu tiba, kita malah merasa biasa dan tenang-tenang saja. Tak terpikirkan sebelumnya kalau ternyata beberapa hari menjelang pengumuman itu justru ketegangan datang menghampiri dan semakin memuncak seiring mendekatnya hari penentuan itu. Semoga saja besok kita semua menerima kabar baik bahwa kita menerima surat kelulusan, Amin. Sebenarnya kalau kita memerhatikan kebijakan pemerintah, besok (26/04) bukanlah pengumuman untuk menentukan siswa yang lulus dan tidak lulus, akan tetapi pengumuman siswa yang lulus dan mengulang kembali (remedial) UN. Walaupun namanya remedial, tetap saja kita maunya lulus hanya dengan satu kali ujian.

Menjelang hari pengumuman tiba, aku merenungi kembali segala hal dan peristiwa yang terjadi sebelum UN. Ternyata, setelah aku renungkan dan flash back ke masa lalu, tanpa sadar aku sudah banyak membuang waktu dengan percuma tanpa mempersiapkan UN secara matang. Aku teringat kembali tentang kelakuanku saat semester pertama kelas XII, saat pertama kalinya aku mabal pelajaran yang sedang tidak aku suka, kemudian saat pemantapan UN malah tidak memerhatikan guru (soalnya aku kadang enggak ngerti apa yang lagi dibahas oleh guru), sudah dibiayai les di SSC malah datang telat dan tidur di kelas, dan menjelang UN malah semakin banyak main, terutama main kartu poker di kelas. Aku mulai berlatih soal-soal malah beberapa minggu menjelang ujian dan semakin intensif saat UN tinggal satu minggu lagi. Aku teringat kembali akan buku-buku pemantapan yang banyak kosong tak terisi karena malas mencatat saat pemantapan UN. Hanya di awal-awal saja aku semangat mengikuti pemantapan. Selanjutnya jadi malas, walaupun aku masuk kelas terus saat pemantapan. Maklum, tingkat kejenuhan semakin meningkat seiring dengan mendekatnya UN. Suasana bertambah jenuh dan konsentrasi terbagi dengan kenyataan bahwa aku bukan hanya menghadapai UN, tetapi juga tes masuk PTN.

Beberapa hari menjelang UN, bukan hanya sibuk belajar saja, tetapi juga sibuk mempersiapkan dan mencari bocoran kunci jawaban UN kepada oknum tertentu. Aku ingat waktu di kelas, semua anak kelas berunding untuk membeli kunci jawaban UN dengan harga Rp55.000,00 per orang. Sebenarnya aku prihatin dengan kelakuan ini, tapi aku juga memahami kalau mereka sebenarnya melakukan itu karena dihinggapi rasa takut dan cemas akan kegagalan mengerjakan soal. Manusia itu memiliki rasa takut karena tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Waktu itu aku bilang, "Daripada dipakai buat beli bocoran, mending dipakai buat beli CD porno!". Yah, aku memang sensitif dengan hal-hal seperti itu yang bertentangan dengan prinsip hidupku.

Tiga hari menjelang UN, tepatnya hari Jumat, sekolah mengadakan doa bersama menjelang UN. Acara doa dan pemberian motivasi bagi siswa ini tidak aku ikuti dengan serius. Tetap saja banyak ketawa, malah sibuk ngobrol sendiri, dan tidur pada saat acara berlangsung. Saat muhasabah berlangsung, barulah kondisi dan suasana mulai serius karena cara bicara pemateri yang begitu menggebu-gebu dan penuh penghayatan. Acara terakhir ditutup dengan salam dan saling bermaaf-maafkan sambil meminta doa kelancaran untuk ujian.

Akhirnya hari-H tiba juga. Aku melangkahkan kaki ke sekolah dengan persiapan UN seada dan sebisa yang aku persiapkan. Aku ingat hari pertama UN, Senin, 22 Maret 2010 adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Satu hal yang akan selalu aku ingat sebelum masuk ruang ujian adalah anak-anak kelas sibuk menghimpun dan mengumpulkan bocoran kunci jawaban yang sudah beredar lewat SMS. Beberapa jam sebelum ujian, ada beberapa oknum yang telah dibayar mengerjakan soalnya dan mengedarkan jawabannya pada pagi hari. Kalau anak-anak kelas lain melakukannya di rumah tertentu yang sudah disepakati, kelas aku melakukannya di depan kelas ruang ujian. Untungnya ruang ujian kelas aku berada di tempat yang tidak begitu mencolok dan tidak terlihat oleh panitia dan pengawas ujian. Begitulah selama seminggu praktik itu berlangsung.

Masalah muncul begitu ternyata kunci bocoran dan jawaban dari soal begitu jauh berbeda. Hal itu terjadi pada saat ujian hari pertama. Banyak jawaban yang tidak akurat dan menyesatkan. Katanya sih, soal yang aslinya diduga bocor sehingga diganti dengan soal cadangan lainnya, makanya kuncinya juga jadi berbeda lagi (Aku sendiri tidak mengerti soal yang begini). Lalu, ada cerita dari teman juga kalau ada anak suatu sekolah yang menggunakan kunci bocoran dan begitu tersadar, itu adalah kunci yang berbeda kode dengan kode soal yang dia kerjakan. Waduh, gawat juga kalau begitu, ckck. Kalau tidak salah, entah hari Kamis atau Jumat, bocoran kunci justru datang dari Garut! Katanya sih memang benar jawabannya. Walaupun bocoran sudah beredar luas, teman-temanku tidak begitu saja percaya dan mengikuti bocoran itu. Ada beberapa teman yang pintar dan cerdas memastikan keakuratan dari kunci bocoran. Istilahnya 'tembus' dan 'tidak tembus'.

Aku sendiri hanya mengamati kelakuan mereka saja. Aku tidak menggunakan bocoran itu, meskipun sebelumnya aku mencatat bocoran itu karena penasaran dengan tingkat keakuratannya. Ternyata tingkat persiapan menentukan juga pada saat mengerjakan soal. Jujur saja, saat materi ujian memasuki pelajaran MIPA, aku tidak begitu lancar mengisi jawabannya. Di setiap mata pelajaran MIPA, ada 10-15 soal yang aku tembak dari 40 soal. Paling parah ya matematika, dari 40 soal kurang lebih yang dikerjakan hanya 24 soal saja. Sisanya apalagi kalau tidak ditembak? Mungkin kalau dirata-rata, hasil ujiannya sedikit di atas level pas-pasan (Insya Allah LULUS, amin).

Ada satu hal lagi yang membuatku jengkel dan kesal selain masalah bocoran itu, yaitu kesombongan pemerintah yang menjamin soal UN tidak akan bocor. Oke, secara prosedur tetap dan teori aku akui itu bagus. Tapi pada praktik dan kondisi lapangan, siapa yang tahu hal begitu bisa dijamin? Semua hal seperti itu bergantung pada mental individu masing-masing. Pemerintah jangan naif dan menafikan soal kebocoran UN. Ini sudah menjadi rahasia umum di dunia pendidikan kita.

Kini, UN telah berlalu dan tiba juga saatnya hari pengumuman. Menjelang detik-detik hari penentuan ini ketegangan semakin memuncak di benak seluruh angkatan 2010. Hal yang wajar sebagai sifat alami dari manusia yang mencemaskan dan mengkhawatirkan masa depan yang tak pasti. Tapi, setahap demi setahap, tirai ketidakpastian masa depan itu akan tersibak seiring dengan berjalannya waktu. Apapun yang terjadi nanti, kita harus mempersiapkan mental kita. Kalau lulus, alhamdulillah harus disyukuri. Kalau tidak, bukan berarti tidak lulus. Hanya saja harus diremedial satu kali lagi, artinya masih ada kesempatan satu kali lagi. Jangan sampai jatuh pada depresi dan frustrasi, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah sama sekali. Hmm, bicara itu memang paling gampang, tapi praktiknya belum tentu bisa setegar itu.

Disaat tukang pos begitu penting-@reizaa via Twitter

0 komentar:

Posting Komentar