RSS

Growing Up Bin Laden

Istri dan Anak Osama Membawa Kita Menyelami Kehidupan Keluarga Bin Laden yang Penuh Rahasia

Penulis: Jean Sasson, Najwa Ghanem bin Laden, Omar bin Laden
Penerbit: St. Martin's Press New York, Hak Terjemah bahasa Indonesia oleh Penerbit Literati
Penerjemah: Arum Darmawan
Tahun Terbit: 2010
Jumlah Halaman: 545 halaman
Harga: Rp109.000,00

Siapa yang tidak kenal dengan Osama bin Laden saat ini? Pasti ada yang tidak tahu, tapi hampir seluruh umat manusia di dunia tahu sosoknya: Teroris buronan nomor wahid sedunia yang melambungkan namanya lewat organisasi radikalnya, Al-Qaeda, dan serangkaian aksi teror yang ditujukan kepada Barat, terutama setelah Tragedi WTC 11 September 2001 yang menewaskan hampir 3.000 orang.

Sosoknya yang kontroversial membuat sebagian orang menjadi penasaran tentang kehidupan seperti apa yang dia jalani, bagaimana latar belakangnya, mengapa dia bisa menjadi seorang konservatif dan radikal, bagaimana dia mengerjakan semua 'proyek' ini, ada di mana dia sekarang, dan berbagai pertanyaan yang jawabannya masih diselimuti oleh kabut kemisteriusan. Ada banyak buku dan laporan yang ditulis mengenai sepak terjang dan kehidupan Osama bin Laden, tapi kebanyakan buku dan laporan masih berupa hasil penelusuran melalui sumber yang tidak dekat dengan keluarga Osama dan isu yang perlu diverifikasi kebenarannya, sampai akhirnya Jean Sasson berhasil menulis dan menerbitkan buku memoar yang dituturkan langsung oleh keluarga Osama bin Laden. Hal tersebut membuat bukunya, Growing Up Bin Laden, menjadi buku pertama yang membahas Osama dari sudut pandang keluarga terdekatnya.

Buku Growing Up Bin Laden ditulis berdasarkan penuturan istri pertama Osama, Najwa Ghanem bin Laden dan anak keempat Osama, Omar bin Laden. Menurut catatan akhir yang ditulis oleh Jean Sasson, Omar lah yang meminta kisah ayah dan keluarganya dijadikan sebuah memoar. Awalnya Jean tidak berminat untuk menulisnya menjadi sebuah buku, namun sebagai penulis dia penasaran dengan apa yang dialami oleh keluarga Osama. Apalagi setelah dia mengetahui bahwa Omar, anak ke-4 Osama, berada di barisan depan sebagai penentang tindakan ayahnya. Sementara itu, Najwa yang kini tinggal di Suriah, terlibat dalam proses penulisan buku hanya karena diajak oleh anaknya. Jean juga menulis catatan di awal buku bahwa buku ini menceritakan sebuah kisah keluarga dan kenangan mereka selama hidup bersama dengan Osama sebagai kepala keluarga, istri-istrinya yang lain, dan anak-anaknya yang lain.

Ada banyak lika-liku dan suka-duka kehidupan yang dilalui oleh mereka selama hidup bersama Osama. Diceritakan dalam 30 bab, penuturan oleh ibu dan anak dari dua sudut pandang berbeda ini begitu menarik dan saling mendukung. Sang Ibu, Najwa, menceritakan permulaan pertemuannya dengan Osama, kasih sayang dalam membesarkan anak-anaknya bersama istri-istri Osama yang lain, dan kesabaran dalam menjalani hari-hari yang berat. Ia adalah seorang ibu yang taat ajaran agama. Meskipun mejalani hari-hari yang berat, Najwa masih menghormati suaminya yang memutuskan tak akan pernah menceraikan Najwa dan tidak mencelanya, meskipun suaminya dicap dunia sebagai teroris.

Sementara itu, Omar, putra ke-4 Osama yang sempat menjadi tumpuan harapannya, digambarkan ibunya sebagai anak yang kuat, berani, dewasa, perhatian, dan sangat menyayangi ibunya. Omar bercerita bahwa dulu dialah anak yang paling mengharapkan kasih sayang ayahnya yang begitu sibuk saat masih kecil. Dia juga bercerita tentang sikap ayahnya yang keras dan menolak kehidupan modern, mengajari anak dan istrinya untuk hidup disiplin dan berjuang dalam penderitaan, mendedikasikan hidupnya untuk Islam dan negaranya, dan yang terpenting adalah misi hidupnya dan obsesinya kepada jihad melalui jalan perang. Dialah putra yang hampir selalu berada di dekat ayahnya dan menjadi putra pilihannya.

Di bagian akhir cerita, Omar bercerita bahwa sebelum keluar dari Afghanistan, ia dan ayahnya berdebat mengenai hidup dalam kekerasan dan peperangan yang seolah tak berujung. Dia tak setuju dengan apa yang ayahnya lakukan. Ia juga diperingatkan oleh Abu Haadi, salah satu tangan kanan ayahnya, yang memperingatkannya agar segera keluar dari Afghanistan. Dia membisikkan kepada Omar bahwa ada sebuah rencana besar yang sedang dipersiapkan dan kemungkinan akan berdampak sangat membahayakan bukan hanya padanya, tapi seluruh Afghanistan. Mendengar hal itu, Omar meminta ibunya, Najwa, untuk segera keluar dari Afghanistan dan pindah ke Suriah, kampung halaman ibunya. Akhirnya Najwa meminta izin kepada sang suami, Osama, yang secara tak terduga mengizinkan kepergiannya. Osama hanya mengizinkan Abdul Rahman (anak ke-2), Rukhaiya (anak ke-10), dan Nour (anak ke-11) karena anaknya yang lain sudah menikah dan harus menetap di Afghanistan bersama ayahnya. Satu hal yang Najwa tak mengerti adalah mengapa dia tak diizinkan membawa Iman dan Ladin yang masih kecil dan butuh perhatian ibunya. Karena membantahnya pun percuma, dia menuruti suaminya dan meninggalkan negara yang dirundung perang sipil itu pada tanggal 9 September 2001, tepat dua hari sebelum Tragedi WTC. Sejak saat itu, baik Najwa maupun Omar, tak pernah berkomunikasi lagi dengan keluarganya yang tinggal di Afghanistan. Mereka cemas dan bertanya, apakah mereka selamat dari invasi Amerika tahun 2001 yang dillakukan akibat Tragedi WTC 11 September 2001.

Setelah membaca buku ini, aku membuat beberapa kesimpulan tentang sosok Osama. Dia memang sosok yang konservatif dan keras. Tapi toh dia pun manusia. Pasti ada sisi baik yang dia miliki. Meskipun keras, dia adalah orang yang loyal dan mendedikasikan hidup kepada apa yang dia perjuangkan. Sewaktu Perang Afghanistan-Rusia, dia menjadi pahlawan yang dikagumi banyak orang, Meskipun dia adalah orang yang serius, dia pernah tertawa dan mengajak keluarganya untuk bermain dan berlibur. Dia adalah orang yang taat agama. Dia juga pernah merasakan kegelisahan akan keberlangsungan hidup keluarganya saat terusir dari Arab, Sudan, dan terakhir terdampar di Afghanistan. Dia hanya menjalankan apa yang dia yakini dan berkeras mendapatkan apa yang dia inginkan dan tak ingin dibantah.

Lantas apa yang membuatnya berubah drastis?

Menurutku, seseorang berubah karena memiliki alasan. Osama bin Laden tidak serta merta menjadi teroris yang seringkali membunuh orang tak berdosa. Menurutku, dia menjadi seperti ini karena dendam pribadi dan keprihatinannya kepada dunia, terutama Barat, yang menginjak-injak harga diri umat Islam. Dia bukanlah orang bodoh, dia adalah seorang intelek yang senang mendengarkan berbagai berita. Bahkan Omar bercerita bahwa ayahnya gemar mendengarkan siaran berita radio BBC saat tinggal di Afghanistan. Hatinya sudah hancur saat loyalitasnya dikhianati oleh Kerajaan Arab Saudi yang bersekutu dengan Amerika saat Perang Teluk, terusir dari Sudah akibat tekanan dari berbagai pihak, dan melihat begitu banyak kezaliman yang membuatnya sangat marah. Ditambah lagi dengan pertemuannya dengan para pejuang radikal lain seperti Dr. Ayman Al-Zawahiri dan Omar Abdel Rahman dari Mesir. Mereka juga turut mewarnai pola pikir Osama hingga menjadi seperti yang kita tahu saat ini.

Buku ini begitu menarik dan bermakna banyak sehingga aku berhasil membaca seluruh isi buku dalam waktu satu minggu. Buku ini memberikan perspektif berbeda dalam pendekatan kepada Osama. Aku tidak setuju dengan apa yang dia lakukan, tapi aku juga ingin memahami apa yang dia pikirkan dan alami hingga akhirnya menjadi sosok yang radikal ekstremis. Di sini, baik Najwa maupun Omar, tidak menyatakan kebencian kepada ayahnya. Omar hanya menginginkan ayahnya mengubah pandangannya kepada dunia selama ini.

Akhirnya, meskipun berhasil menguak sisi lain Osama dari perspektif keluarganya, semua maksud ucapan, gagasan, dan pemikirannya yang termasuk opini pribadi Osama, tetap menjadi sebuah tanda tanya besar hingga dia muncul kembali. Wallahu a'lam bi shawab.

Ayah telah membuat pilihan, dan aku pun demikian.
Aku, akhirnya, adalah penguasa diriku sendiri
Aku tak keberatan hidup dengan cara seperti itu.

Omar bin Laden-Bab 30: 11 September 2001, hal. 482

Kini ku tak mampu lagi tuk ikuti caramu
Hanya membuatku sakit hati
Kini ku tak mau lagi
Jalanmu bukan jalanku
Dan kau tlah memilih

Andra and The Backbone-Jalanmu Bukan Jalanku

0 komentar:

Posting Komentar