RSS

Memori 7 Oktober

7 Oktober berawal dari pertemuanku dengannya di suatu malam pertengahan bulan September. Seorang gadis pendek berkulit coklat manis dan berambut sebahu yang kutemui bersama dua temanku. Senyum lebarnya begitu ramah dan menyenangkan saat gadis itu menyambut kami di rumahnya. Meskipun pendek, gadis itu adalah teman seangkatan di sekolahku. Sebenarnya bukan sekali itu aku mengunjungi rumahnya. Ini adalah yang kedua kalinya. Di rumahnya aku dan kedua temanku disuguhi makanan dan minuman ringan. Ada jus dan puding yang diberi kuah vla. Aku sempat berkelakar kepada gadis itu bahwa temanku bilang aku diundang ke rumahnya karena ada Pizza Hut. 'Dia' dan kedua temanku tertawa saja mendengar ucapanku itu.

"Eh, katanya kamu udah beli Pizza Hut ya? Enak nih, malam-malam gini."
"Lho, kata siapa aku beli Pizza Hut, Mad?",
'dia' malah bertanya balik dengan rasa heran.

Jawaban
'dia' membuatku terkejut dan aku mulai curiga kalau temankulah yang berbohong.

"Itu kata mereka lho. Tadi waktu di jalan mau ke sini, dia bilang ada Pizza di sini. Makanya aku udah semangat datang ke sini, hehe."
"Ooh, haha. Aku enggak beli Mad, itu emang kerjaan iseng mereka aja!", jawab
'dia' tertawa.
"Haha, si Ahmad ketipu! Emang bohong Mad, itu sih cuma kerjaan kita aja!",
temanku tampak puas dengan keisengan mereka.
Lalu, 'dia' ikut menimpali lagi, "Maaf ya Mad, tapi coba lain kali kamu yang beli, terus makan di sini, oke?"
"Haha, ya sudah enggak apa-apa, tapi sayang aja enggak bisa makan pizza."

Kemudian semuanya tertawa, termasuk aku. Menertawai kelakaranku sendiri.

Acara berlanjut dengan obrolan santai sambil bercanda dan tertawa. Sesekali diselingi obrolan serius juga. Setengah jam yang kuhabiskan di rumahnya membuatku betah, membuat malam yang dingin itu menjadi hangat. Di bawah terang lampu ruang tamu yang memancarkan sinar kuning itu, perasaanku menjadi tenang. Begitu juga kedua temanku. Mereka pun merasakan hal yang sama denganku.

"Enak ya ngobrol-ngobrol di rumah dia", begitu kata mereka setelah pulang dari rumahnya.

Itu baru permulaannya saja. Sebuah prolog dari memori 7 Oktober. Sebuah pertemuan di malam pertengahan September, bertepatan dengan bulan suci Ramadan.

Hari demi hari berlalu dan tak terasa hari raya idul fitri telah tiba. Seperti kebiasaan pada umumnya saat merayakan idul fitri, aku mengirimkan ucapan selamat idul fitri kepada teman-temanku, baik lewat SMS atau friendster (saat itu masih menjadi tren), termasuk ‘dia’. Aku mengirimkan ucapan selamat hari raya idul fitri lewat testimoni di profil friendster miliknya.

Aku
10/01/2008 11:38 am

~happy eid mubarak~

!it's time to celebrate the great glorious day!
..usai sdh shaum kita selama 1 bulan,dan sy mengucapkan mohon maaf lahir dan batin,smoga kita bertemu kembali di bulan ramadhan taun depan ;)..

P.s. ntar bagi-bagi THR nya ya dan pizza hut di rmh km! ;) hehe

Dia
10/02/2008 4:40 pm

maaf lahir batin juga yaa ahmad.
hahaha. ke rumah aku cptan! lg bnyk mkanan.
tp tetep pizza mah ga ada eung :D

Aku
10/02/2008 6:06 pm

yaa,ngga ada :P haha,g tau ni skrg ma,lg sibuk mudik,ntar pas ak dtg k sna jgn abis makanannya ya :P
mudik kmn?

Dia
10/05/2008 10:14 pm

iya siap,ahmad!
tenang .. disisan buat ahmad mah. hahaha.
mudik kmna?
aku ga kmna2,pling jkt itu jg cuma pp.
klo mudik,jgn lupa bw oleh2 nyo! ;)

Aku
10/06/2008 11:28 am

bagusbagus klo d sisain,haha :P
ak d tasik skrg,hr ni pulang,mngkin bsk klo g lusa k rmh km ye ;) ??skalian makan ma maap2an,hehe
oleh2?haha,iya de klo dapet ;P

Entah kenapa ajakan untuk datang ke rumahnya selalu terngiang di kepalaku. Ada suatu dorongan yang kuat, entah perasaan apa yang memberikan dorongan itu.

Selasa, 7 Oktober. Pagi itu aku pergi ke toko Disc Tarra Bandung Super Mal untuk mencari dan membeli CD lagu atau film. Sengaja hari itu aku tidak menggunakan motor untuk pergi karena malas. Sayangnya benda yang aku cari itu tidak ada di sana. Tiba-tiba aku teringat pada pembicaraan tempo hari lalu dengannya, si gadis pendek berkulit coklat manis dan berambut sebahu yang terakhir kutemui di pertengahan September.

"Ah, mumpung lagi bosan dan masih suasana lebaran, coba aja main ke rumah dia."

Akhirnya aku putuskan untuk membeli makanan sebagai kejutan untuk dia. Awalnya aku berniat membeli Pizza Hut karena aku masih ingat dengan ulah iseng temanku. Tapi akhirnya kuputuskan untuk membeli donat J.Co karena rasanya yang manis dan enak. Jadilah selusin donat J.Co untuk 'dia'. Lalu aku bergegas pulang ke rumah dengan angkot karena khawatir kalau datang terlalu siang dia tidak ada di rumah. Tapi aku sudah siap jika dia tidak ada di rumahnya. Toh donatnya bisa dimakan olehku dan keluarga.

Jarak antara rumahku dengan rumahnya tidak terlalu jauh, masih satu komplek. Kira-kira sekitar jam 12 siang aku sampai di rumahnya, tentunya dengan J.Co yang sudah kubeli. Kupanggil namanya dari luar pagar rumahnya yang cukup besar. Beberapa saat kemudian keluarlah seorang lelaki yang menyambutku. Semoga saja
'dia' sedang ada di dalam rumah. Setelah menjelaskan maksud kedatanganku, lelaki itu mengerti dan kembali masuk ke dalam rumah untuk memanggil namanya. Untunglah gadis itu sedang ada di dalam rumah. Perasaanku lega.

Tak lama setelah lelaki itu masuk ke rumah untuk memanggil, keluarlah orang yang aku maksud.
'Dia' masih sama dengan yang seperti dulu. Tetap dengan senyumnya yang hangat.

"Eh, Ahmad. Sendirian aja?"
"Iya nih, hehe. Emang kamu pikir aku mau datang dengan siapa?"
"Kirain kamu bakal datang sama teman kamu. Ayo masuk Mad!"

Setelah masuk ke dalam rumahnya, aku mulai membuka pembicaraan dan berbasa-basi.

"Emm..ini ada oleh-oleh buat kamu nih, hehe", Dia menerimanya dan tampak senang menerimanya.
"Wah, makasih ya Mad J.Co-nya!"
"Wah, beneran ini buat aku Mad? Makasih ya. Sama-sama, minal aidzin juga."

Lalu, aku dan ’dia’ duduk berhadapan terpisah oleh sebuah meja di depanku. Kali ini aku bisa lebih leluasa bercerita dengannya, hanya berdua saja. Sampai sekarang dalam kepalaku masih terbayang suasana dan semua cerita yang kubagi dengannya saat itu. Aku memulai ceritaku dari pengalaman buka bersama di Jakarta yang heboh sampai benda-benda yang aku inginkan dan cita-cita yang ingin aku raih. Sedangkan ’dia’ mulai bercerita dari masalah handphone yang sudah dua kali ganti gara-gara kecerobohannya, kodok yang tiba-tiba meloncat dari tempat cucian saat ’dia’ sedang mencuci baju, penampakan burung besar misterius yang menghilang begitu saja di garasi, membahas lagu-lagu favorit, membahas adiknya yang kecil dan teman adiknya yang nakal, dan masih banyak lagi. Tapi intinya aku merasa sangat klop dan nyaman bercerita dengannya.

Seiring dengan waktu yang terus berdetak, semakin lama waktu yang kuhabiskan untuk bercerita dengannya, aku semakin merasa ingin mengenalnya lebih dekat. Akhirnya aku tahu kalau dia suka main piano dan keluarganya mengelola kolam renang di komplek rumahku. Di tengah ceritanya itu, ’dia’ menawariku untuk mencicipi cookies yang dia buat sendiri.

”Selama di rumah, aku udah bikin kue-kue gitu Mad. Kayak puding vla sama cookies gitu. Mau nyobain enggak Mad? Masih ada sisa kok.”
”Oh iya? Bikinan kamu sendiri nih? Wah, kayaknya enak, mau nyobain dong!”, jawabku dengan penuh semangat.

Dia hanya senyum-senyum saja mendengar jawabanku. Aku memang tidak pernah malu untuk meminta makan kepada orang lain.

"Oke, tunggu ya Mad. Aku ambil dulu di belakang, tapi jangan protes ya kalau rasanya dikit pahit, hehe."
"Ah, enggak apa-apa kok. Rasa sih bisa diatur nanti. Penasaran nih!"

Kemudian 'dia' pergi ke dapur dan kembali dengan sekotak
cookies yang 'dia' buat sendiri.

"Nah, ini Mad, cobain deh rasanya gimana?"
"Sebentar ya, aku rasain dulu", jawabku sambil mengambil cookies itu.

Kugigit cookies itu perlahan-lahan dan aku mulai merasakan ada rasa yang menyentuh di lidahku. Sedikit pahit memang. Tapi aku tidak terlalu memedulikan soal rasa yang terasa di lidah. Bagiku enak-enak saja, apalagi ini buatan 'dia' sendiri. Rasa orisinal, sebuah rasa kehangatan yang menjadi resep rahasia 'kelezatan' cookies bagiku.

"Hmm..rasanya enak kok walaupun sedikit pahit sih. Tapi buat aku enggak ada yang enggak enak kok!"
"Oh iya? Wah makasih Mad, hehe."
"Eh, ini gula ya, yang ada kayak kristal putih-putih gitu?"
"Iya Mad. Soalnya tadi mau bikin cookies yang ada butiran gula gitu di atasnya. Eh, tapi malah gagal deh. Gulanya malah nyatu sama cookiesnya sih, haha."
"Tetep enak kok rasanya. Jangan khawatir!"

Obrolan pun terus berlanjut membahas berbagai topik lain. Salah satunya yang paling membekas adalah cerita kamera. Hal terakhir inilah yang akhirnya membuatku benar-benar jatuh hati pada saat itu. Aku cerita kalau aku ingin punya kamera yang bagus sejenis SLR dan ngebet banget ingin jadi fotografer. Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk mengawali mimpiku ini. Ternyata 'dia' memberikan respon yang baik, karena 'dia' juga punya hobi yang sama denganku.

"Kamu juga punya hobi fotografi, Mad?", tanyanya kepadaku.
"Iya, tapi bingung mau mulai dari mana ini juga..hmm"
"Oh iya? Coba deh Mad kalau kamera ini gimana?", tawarnya kepadaku.
"Kamera yang kayak gimana?"
"Tunggu bentar ya, aku mau ngambil dulu di belakang."

Setelah menunggu beberapa lama, 'dia' kembali dengan membawa sebuah kamera Canon jenis SLR, mirip dengan yang kuinginkan!

"Nah, ini dia kameranya Mad."

Aku meraba kamera itu dan mencobanya. Tapi tombol pengaturnya terlalu banyak-maklum baru pertama kali-dan itu membuatku sedikit kebingungan. Lalu dia mengajarkan beberapa teknik memotret dan cara memakai kamera itu. Aku semakin kagum kepadanya.

"Wah, bagus banget! Kamu ikutan les fotografi gitu enggak?", tanyaku padanya.
"Enggak Mad. Soalnya aku juga males kalau ikutan les. Mending aku sih otodidak."

Terakhir dia mengajakku berfoto dengan kamera itu sampai ayahnya datang dari ruang keluarga melihat kami. Karena kedatangan ayahnya itu yang membuatku memutuskan untuk pulang lebih cepat. Setelah disadari, ternyata aku sudah menghabiskan waktu 3,5 jam di rumahnya. Sebelum pulang, tak lupa aku minta nomor handphone-nya.

"Makasih ya Ahmad, udah dateng dan ngasih J.Co."
"Ah enggak apa-apa kok, malah tadinya mau beliin Pizza Hut buat kamu, hehe."
"Wah, ini juga udah cukup kok, Mad."
"Kalau gitu aku pulang dulu ya, daah!"
"Sama-sama Ahmad. Daah juga!"

Aku pun pulang ke rumah seakan melayang tanpa beban. Sebab hari itu aku telah jatuh hati kepada seorang gadis bernama 'dia'. Kesan yang aku dapatkan hari itu, sampai sekarang tidak bisa aku lupakan.

Lalu 12 Oktober, dia mengirimkan balasan dari testimoni terakhir yang aku kirim ke profilnya di friendster.

Dia
10/12/2008 8:15 pm

ahmad makasih j.co nya :D
ayooo bljr photography yg rajin nyo,biar jago!


Baru pertama kali aku mendapat dukungan seperti ini dari temanku. Aku merasa 'dia' menjadi motivator dan memberikan inspirasi dan dukungan moral bagiku untuk menjadi seorang fotografer andal. Kemudian aku mengirimkan balasannya dan sejak saat itu 'dia' tidak pernah membalas testimoniku lagi.

Tapi kisah ini belum selesai..Setelah kejadian di tanggal 7 Oktober itu ada banyak hal yang telah terjadi. Mustahil kuceritakan apa yang telah terjadi selanjutnya. Awalnya aku berharap semua berjalan lancar dan dia pun tahu perasaanku padanya. Kenyataan berkata lain. Semuanya berakhir tanpa kesimpulan. 7 Oktober yang manis sudah berubah menjadi pahit.

Awalnya aku menyalahkan orang lain atas segala hal yang terjadi. Tapi akhirnya aku tak menyalahkan siapa-siapa lagi, karena menurutku itu sama sekali tidak membantu menyelesaikan masalah yang terjadi. Justru keadaan makin sulit dimengerti. Aku merasa bodoh. Mungkin ini semua salahku yang terus bergantung pada orang lain dan menyia-nyiakan memori 7 Oktober yang sudah susah payah kubangun. 7 Oktober kini hanya menjadi sebuah angan dan mimpi yang jauh saja..

Bandung, 7 Oktober 2009 [23.38 PM]


when you love someone but it goes to waste..
when you need someone's love to share anything that you have..

0 komentar:

Posting Komentar